Laporan terbaru mengenai dinamika politik dan ekonomi di Yaman mengungkap pergeseran drastis dalam cara kelompok milisi Houthi mengonsolidasikan kekuasaan melalui penguasaan total atas nadi perekonomian di wilayah utara.
Berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber investigasi, kelompok Houthi kini telah meninggalkan pola retribusi lapangan yang acak dan beralih ke sistem keuangan terpusat yang sangat tertutup.
Mekanisme baru ini dioperasikan langsung dari kantor ekonomi yang memiliki jalur instruksi khusus ke pimpinan tertinggi milisi tanpa melalui pengawasan lembaga negara yang sah.
Fenomena ini menandai transformasi kelompok tersebut dari sekadar milisi perang menjadi entitas penguasa yang mengandalkan ekonomi paksaan demi melanggengkan kekuasaan di ibu kota Sana'a.
Strategi Houthi dalam mengamankan sumber pendanaan melibatkan pembentukan lembaga Wali Yudisial yang memiliki kewenangan absolut untuk menyita aset lawan politik dengan dalih hukum.
Melalui tangan dingin Saleh Mesfer Al-Shaer, lembaga ini tercatat telah mengambil alih operasional lebih dari tiga puluh delapan perusahaan besar dan menyita aset senilai miliaran dolar milik mantan pejabat hingga pengusaha independen.
Tindakan ini mencakup pengambilalihan properti pribadi mendiang mantan Presiden Ali Abdullah Saleh serta aset-aset strategis milik tokoh-partai Islah. Dampaknya sangat sistematis karena penyitaan ini tidak hanya melumpuhkan lawan politik secara finansial, tetapi juga mengalihkan seluruh keuntungan bisnis tersebut untuk membiayai anggaran pemerintahan Sanaa.
Sektor energi dan telekomunikasi kini menjadi ladang emas bagi otoritas Houthi melalui monopoli harga dan distribusi yang sangat ketat terhadap masyarakat sipil. Bahan bakar tidak lagi dipandang sebagai komoditas publik melainkan sebagai senjata finansial dan alat penekan sosial yang sangat efektif untuk mengontrol loyalitas warga.
Manipulasi kelangkaan sering kali dilakukan secara sengaja untuk meningkatkan margin keuntungan dan memaksa pasar menerima harga yang ditentukan sepihak oleh jaringan ekonomi penguasa.
Pendapatan dari sektor ini, bersama dengan pungutan bea cukai di pelabuhan Laut Merah, diperkirakan mencapai angka yang fantastis namun diperkirakan tidak pernah masuk ke dalam anggaran publik untuk pelayanan masyarakat.
Kondisi yang kontras terlihat di wilayah selatan di mana Dewan Kepemimpinan Kepresidenan atau PLC yang didukung secara internasional berupaya mempertahankan stabilitas di tengah tekanan internal.
PLC sebagai otoritas resmi Yaman mencoba mengelola wilayahnya dengan sistem yang lebih terbuka meskipun terus menghadapi kendala besar dalam hal integrasi militer dan birokrasi.
Berbeda dengan Houthi yang menggunakan ekonomi terpusat, PLC harus bekerja melalui konsensus di antara faksi-faksi penyusunnya yang sering kali memiliki kepentingan politik yang berbeda.
Hal ini menciptakan tantangan tersendiri dalam memberikan pelayanan publik karena setiap kebijakan harus melewati proses negosiasi yang kompleks di Aden.
Dewan Transisi Selatan atau STC yang secara tidak langsung merupakan bagian dari struktur PLC namun memiliki basis massa kuat di selatan menunjukkan pola pengelolaan wilayah yang sangat fokus pada keamanan dan identitas regional.
STC cenderung lebih aktif dalam mengerahkan pasukan keamanan lokal untuk menjaga stabilitas di wilayah pelabuhan dan titik strategis di Aden guna memastikan arus logistik tetap berjalan.
Namun, hubungan antara STC dan elemen lain dalam PLC sering kali diwarnai ketegangan mengenai distribusi sumber daya dan otoritas administratif di lapangan. Ketegangan ini sering kali memicu hambatan dalam sinkronisasi kebijakan ekonomi nasional yang diupayakan oleh pemerintah pusat di bawah kendali PLC.
Perbedaan paling mencolok antara model pengelolaan Houthi dengan PLC dan STC terletak pada tingkat transparansi dan tujuan akhir dari penggunaan sumber daya publik.
Di wilayah Houthi, seluruh pendapatan dari pajak, bea cukai, dan bisnis yang disita bersifat opasitas dan dikunci dalam jaringan yang hanya diketahui oleh lingkaran dalam kelompok tersebut.
Tidak ada mekanisme distribusi pendapatan untuk gaji pegawai negeri atau pembangunan infrastruktur sipil karena prioritas utama adalah ketahanan militer dan keamanan internal. Model ini menciptakan ekonomi bayangan yang sangat kuat namun di sisi lain mencekik daya beli masyarakat hingga ke titik terendah dalam sejarah Yaman modern.
Sebaliknya, PLC dan STC di wilayah selatan masih berupaya menjalankan fungsi pemerintahan konvensional dengan membayar gaji pegawai dan mendistribusikan bantuan melalui jalur resmi pemerintah.
Meskipun sering terjadi keterlambatan dan keterbatasan dana akibat blokade ekonomi yang dilakukan Houthi terhadap ekspor minyak, upaya transparansi masih terlihat dalam laporan keuangan publik mereka.
Pengelolaan di selatan lebih bersifat partisipatif namun fragmentaris, di mana STC mengelola keamanan wilayah secara otonom sementara PLC mengurus hubungan diplomatik dan bantuan internasional.
Dualisme ini terkadang menimbulkan inefisiensi namun tetap memberikan ruang bagi sektor swasta untuk beroperasi tanpa rasa takut akan penyitaan aset secara sewenang-wenang.
Ancaman terbesar bagi masa depan Yaman adalah bagaimana ekonomi paksaan Houthi telah menciptakan ketergantungan masyarakat pada jaringan milisi untuk mendapatkan kebutuhan dasar.
Dengan menguasai impor bahan pangan dan obat-obatan, Houthi memiliki kontrol penuh atas hidup dan mati jutaan orang di wilayah utara yang padat penduduk. Hal ini mirip dengan ekonomi Korea Utara.
Hal ini sangat berbeda dengan pendekatan di wilayah selatan di mana pasar masih relatif bebas dan kompetisi usaha masih diperbolehkan meskipun berada dalam bayang-bayang konflik. Perbedaan pendekatan ini mencerminkan visi masa depan yang berbeda antara negara teokrasi militeristik di utara dan upaya pembangunan negara federal yang lebih plural di selatan.
Secara keseluruhan, wilayah yang dikelola Houthi telah berubah menjadi semacam "perusahaan militer" berskala besar di mana setiap aktivitas ekonomi harus memberikan retribusi kepada kelompok penguasa. Di sisi lain, wilayah selatan di bawah PLC dan STC sedang berjuang keras untuk membuktikan bahwa pemerintahan yang sah masih mampu memberikan perlindungan hukum bagi para pelaku usaha. Persaingan antara kedua model pemerintahan ini bukan lagi sekadar perebutan wilayah secara militer, melainkan pertarungan mengenai model ekonomi mana yang paling mampu bertahan.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar